Bangkit dari Kubur

PROLOG:
Sudut pandang ketiga pun bisa jadi personalitas yang unik.

***

Malam Sabtu, 8 Agustus 2008, pukul 23:48 WIB. Saat itu Riani sedang duduk sendirian di depan komputernya. Ponselnya tergeletak di atas meja komputer dengan kondisi Opera Mini menyala. Sementara itu, WMP-nya memutar lagu-lagu yang berhasil dia download tadi sore di kampus dengan koneksi secepat siput. Ya, ritual ini adalah kebiasaannya tiap malam setelah pulang mengajar di bimbel tempat dia bekerja paruh waktu sejak akhir April yang lalu. Entah apa yang ada di dalam pikirannya yang sering terasa mumet hingga berakibat migrain, padahal tubuhnya jelas-jelas begitu lelah. Matanya sudah memerah. Perjalanan ke bimbel pergi-pulang menggunakan angkot dan busway jelas menguras tenaga, belum ditambah energi yang terpakai ketika mengajar murid-muridnya yang usianya tersebar dari umur 12 sampai 18 tahun. Dari pengalamannya selama bekerja, Riani akhirnya menyadari bahwa tak berkeringat itu tak enak selagi badan memanas dalam sibuknya aktivitas. AC memang berpotensi besar membuat lemak membeku dan menumpuk dalam tubuh.


Ritual? Mungkin lebih pantas disebut dengan kebiasaan. Ah, koreksi: kebiasaan buruk. Dengan kegiatan seperti ini biasanya Riani baru meninggalkan komputernya pada tengah malam dan bangun (sangat) kesiangan, padahal esoknya dia harus menyiapkan materi yang belum selesai untuk murid-murid kelas 12 IPS. Tapi untuk kali ini saja dia ingin mempedulikan sesuatu yang lebih penting. Ya, blog ini. Blog yang sudah ditinggal mati suri sejak Maret kemarin. Sebelumnya isinya tidak terlalu penting, apalagi yang terakhir. Ah, Riani jadi bernostalgia. Dalam hati dia merasa rindu, tapi apalah daya semuanya harus berakhir. Duh! Riani menepuk dahinya kuat-kuat. Ya, dia memang seorang (calon) sejarawan yang membahas peristiwa-peristiwa yang sudah lewat, tapi tak bagus juga jika seseorang jadi terjebak oleh nostalgia dan kenangan masa lalu.

Tangan Riani yang dari tadi memegang mouse berpindah ke ponselnya. Di Opera Mini, dia mengetik alamat blognya itu. Masih sama, dengan isi dan tampilan yang kosong; mungkin sesuai dengan kondisi hati dan jiwa pemiliknya waktu itu. Tiba-tiba Riani mendapatkan ide untuk membangkitkan kembali blognya dari ‘kematian’ setelah selama ini ikut ber-RPG ria di forum IH. Di sana, cara RPG-nya adalah dengan menulis; lebih tepatnya menulis deskripsi dari sudut pandang orang ketiga. Nah, bagaimana jika ini diterapkan di blog yang selama ini secara umum ditulis dari sudut pandang orang pertama? Lampu imajiner di atas kepala Riani tiba-tiba menyala. Simpul-simpul syaraf di otaknya bereaksi dan menghantarkan sebuah pesan kepada dirinya sendiri: ini ide yang BAGUS. Dalam hati, Riani patut bersyukur dia bergabung di forum itu, yang benar-benar merangsang kreativitasnya dalam menulis yang selama ini mandeg ditindih kemalasan yang… deuh… ah sudahlah.

Dengan semangat baru, Riani membuka Notepad dan mulai menulis. MP3 playlist-nya masih diputar dengan konsekuen oleh WMP, yang kali ini memutar lagu-lagu soundtrack anime favoritnya. Malam telah larut. Di kanvas hitam milik Sang Langit, Riani menatap bulan separuh dari jendela. Purnama sebentar lagi akan tiba dalam beberapa hari ke depan.

***

EPILOG:
Ternyata susah juga, jadi kayak ada dua pikiran di kepala gue. Lanjut? 😀